prosumsel.com

Lugas, Tajam, Terpercaya

Tolak Pembangunan Rumdin Baru Wako, Kebijakan Tidak Empati Terhadap Kondisi Masyarakat

LUBUKLINGGAU – Wacana pemindahan Rumah Dinas Walikota Lubuklinggau dari Kelurahan Petanang ke Eks Pekantoran Pemkab Musi Rawas di Kelurahan Air Kuti, dinilai sebagai kebijakan kurang cerdas dan tidak peka terkait perintah Presiden RI agar pemerintah daerah melakukan efisiensi anggaran.

Alasan pemindahan rumah dinas bertujuan meningkatkan pelayanan publik serta memaksimalkan pemanfaatan fasilitas yang ada, bahwa apa yang dinyatakan kurang pas karna pelayanan publik itu sudah terkonsentrasi di kantor Walikota dan Kantor-kantor OPD, sejatinya rumah dinas itu sebagai tempat hunian, bukan tempat pelayanan publik.

Alasan Lokasi rumah dinas yang baru dinilai lebih strategis karena berdekatan dengan rumah dinas Forkopimda, lebih dekat dengan permukiman masyarakat, serta terintegrasi dengan pusat pelayanan publik pemerintahan hal itu justru tidak menambah benefit bagi Pemerintah Kita, seharusnya dengan lokasi strategis Lokasi Eks Pemkab yang akan dijadikan Rumah Dinas Walikota hanya menghambur-hamburkan uang rakyat, kalau lah pemerintah mau berinovasi dan punya kreativitas.

Bagaimana paradigma membangun dengan uang rakyat itu bisa menghasilkan PAD, dengan PAD dan APBD yang kecil, maka seharusnya pemerintah lebih keras berpikir menambah PAD dari sektor Non Pajak, jangan sedikit-sedikit solusi naikkan PAD dengan menaikkan pajak.

Kawasan eks pemkab harusnya menambah nilai ekonomi yang signifikan, bisa dikelola lewat BUMD misal dibangun Hotel Milik Pemkot, atau Asrama Haji atau Gedung Serba Guna yang jelas benefitnya.

Walikota seharusnya fokus untuk menyelesaikan janji-janji politiknya, sampai sekarang progres janji dan program nya semakin tidak jelas.

Lihatlah keadaan masyarakat sekarang semakin susah, pengangguran meluas, ekonomi masyarakat sangat lemah, kriminalitas meningkat, jangan sampai nanti kebijakan itu menimbulkan kemarahan masyarakat.

Memaksakan Pembangunan Rumdin Walikota yang baru, justru akan menimbulkan antipati publik.

Logikanya kalau sudah ada rumah dinas yang representatif, maka membuat rumah dinas yang baru sebagai kebijakan yang urgensinya dipertanyakan. (*)

M. Ikhwan, SH

Aktivis Sumsel

Pengamat Kebijakan Publik